Video Discription |
Mengejutkan Pengakuan Aidit Soal Siapa Dalang G30S PKI
Ini pengakuan Aidit yang mengejutkan setelah dia ditangkap di Kampung Sambeng Kota Solo pada 22 November 1965 malam. Dikutip dari buku," Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai, G30S PKI dan Peran Bung Karno," yang ditulis Soegiarso Soeroyo," setelah diringkus, Ketua Partai Komunis Indonesia (PKI) itu lantas di bawa ke Loji Gandrung yang jadi markas pasukan Brigif 4 Dewa Ratna pimpinan Kolonel Yasir Hadibroto.
Di sana, Aidit langsung dihadapkan kepada Kolonel Yasir Hadibroto. Aidit sempat merengek kepada Yasir minta dibawa ke Jakarta untuk dihadapkan kepada Presiden Soekarno. Tapi, permintaan Aidit itu tak digubris Kolonel Yasir.
Di Loji Gandrung pula, Aidit diinterogasi seputar keterlibatannya dalam Gerakan 30 September atau yang kemudian dikenal dengan sebutan peristiwa G30S PKI. Menurut Soegiarso Soeroyo dalam bukunya, selama dalam tahanan di Loji Gandrung, Aidit telah membuat pengakuan sebanyak 50 folio dan ditandatangani sendiri oleh Aidit.
Pengakuan Aidit ini sebagian dimuat di harian berbahasa Inggris Asahi Evening News sebelum koran-koran di Indonesia sendiri sempat memuatnya. Tulisan itu merupakan kiriman dari wartawannya di Jakarta, Rishuke Hayashi yang beruntung juga dapat memuat gambar Aidit bersama 3 orang penahannya.
Seperti apa bunyi pengakuan Aidit tersebut soal keterlibatannya dalam Gerakan 30 September yang telah membuat enam jenderal pimpinan teras Angkatan Darat terbunuh? Ini sepenggal pengakuan Aidit ketika diinterogasi tentara yang menahannya di Loji Gandrung Solo.
Dalam pengakuannya, Aidit menulis: "Saya adalah orang yang mempunyai tanggung jawab tertinggi pada Peristiwa 30 September dan didukung oleh pejabat-pejabat PKI lainnya serta pejabat-pejabat organisasi rakyat di bawah PKI.
Ketidakpuasan dengan sistem yang ada, adalah pangkal pokok daripada gagasan untuk kup ini. Saya telah merencanakan sebuah plan yang akan dilaksanakan tanggal 1 Mei 1965, tetapi Lukman, Njoto, Sakirman, dan Njono menentang rencana itu.
Mereka mengatakan bahwa hal itu adalah berbahaya karena Persiapan-persiapan belum selesai dan bahwa plan itu tentu akan gagal.
Diskusi dengan Letkol Untung dan lain-lain dilakukan banyak kali Sesudah Juni 1965. Sejak Juli 1965 pasukan-pasukan dari Pemuda Rakyat dan Gerwani dikumpulkan di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma dan dilatih dalam pemakaian senjata berat dan ringan. Persiapan Persiapan digiatkan.
Ketika kembali dari Aljazair pada awal Agustus saya singgah di Peking dan membicarakan tentang kesehatan Presiden Soekarno dengan pemimpin-pemimpin RRC yang bakal diperuntukkan skenario.
Segera setelah saya kembali di Jakarta pada pertengahan bulan itu maka suatu pertemuan rahasia diadakan. Pelaksanaan kup dibicarakan dengan Lukman, Njoto, Brigjen Soepardjo, dan Letkol Untung.
Karena kami mempunyai info bahwa tentara atas perintah Menpangad Yani akan menggeledah PKI dan organisasi-organisasi yang berafiliasi, karena dicurigai mempunyai senjata secara tidak sah, sehingga kami terpaksa mempercepat pelaksanaan coup d'etat.
Adalah pada tanggal 25 September kami memilih tanggal 30 September sebagai tanggal kup. Ada usul-usul supaya kup dilaksanakan tanggal 5 Oktober pada hari Angkatan Perang, akan tetapi tanggal dipercepat karena detail-detail dari pada rencana kup mulai bocor ke luar.
Tapi petinggi PKI lainnya, Njoto ketika diwawancarai wartawan asing usai dia menghadiri Sidang Paripurna Kabinet Dwikora pada tanggal 6 Oktober di Istana mengatakan,
"Hubungan PKI dengan Gerakan 30 September dan pembunuhan Jenderal-jenderal Angkatan Darat tidak ada. Saya tidak tahu suatu apa pun sampai sesudah terjadinya."
Begitulah yang dikatakan Njoto kepada wartawan Rishuke Hayashi dan Tokebiko dari Asahi Shinbun yang mewawancarai usai dia menghadiri rapat kabinet di Istana pada 6 Oktober 1965.
Dalam wawancara dengan wartawan Jepang itu, Njoto juga mengungkapkan bahwa ketika peristiwa G30S PKI meletus, ia sedang ikut dengan Soebandrio bersama jenderal-jenderal dari ALRI, AURI, dan AKRI dalam perjalanan ke Sumatera. “Saya terkejut ketika di Pangkalan Berandan mendengar peristiwa itu,"' kata Njoto.
Njoto juga menegaskan bahwa Gerakan 30 September adalah peristiwa intern Angkatan Darat. Nah, dalam interogasi di Loji Gandrung pada 22 November 1965, pernyataan Njoto yang diungkapkan dalam wawancara dengan wartawan Jepang pada tanggal 6 Oktober 1965 itu juga dikonfrontir kepada Aidit.
Ditanya mengenai pernyataan Njoto, Aidit mengatakan, "Saya telah memerintahkan Wakil Ketua II Njoto ke Sumatera karena saya percaya bahwa ia akan sanggup membujuk rakyat Sumatra ke arah cara berpikir kami."
Maka, kata Soegiarso Soeroyo, dengan adanya pengakuan Aidit sendiri maka segala kebohongan Njoto tersingkap lebar. CMSLHpfPQUU |